BANGKA – Seolah tak tersentuh hukum, penambang timah ilegal di hutan konservasi mangrove Sungai Rumpak, Batu Hitam Desa Riding Panjang Kecamatan Belinyu Kabupaten Bangka terus mengeruk keuntungan tanpa mempedulikan lingkungan.
Pantauan dilokasi para penambang lagi menebang pohon mangrove dengan cara di gergaji.
Padahal, hutan konservasi adalah hutan yang berfungsi untuk menjaga serta melindungi keanekaragaman hayati baik berupa flora maupun fauna.
Hutan konservasi dilindungi oleh negara. Karena difungsikan untuk melindungi flora dan fauna dari ancaman kerusakan, kelangkaan atau deforestasi.
Namun, sayangnya para penambang dan perusak hutan konservasi ini terus terjadi. Dari pantauan suarapos dilokasi, tampak ratusan ponton atau alat isap timah berjejer di kawasan hutan konservasi mangrove Sungai Rumpak.
Kegiatan ini ilegal mining ini telah berlangsung sejak 3 minggu terakhir, belum ada upaya pihak terkait untuk menghentikan penambangan di lokasi tersebut, sementara kerusakan lingkungan akan terjadi semakin parah.
“Ada sekitar 300 ponton penambang ilegal di Sungai Rumpak sedang beroperasi mencari pasir timah di kawasan hutan konservasi mangrove. Ponton – ponton itu sudah 3 Minggu ini beroperasi dan menganggu aktifitas nelayan,”ujar Sekretaris Nelayan Samudra Berjaya, Eko Sanjaya, Kamis (24/20/2024).
Dia juga mengatakan, upaya nelayan untuk mengusir ponton – ponton itu tidak digubris. Bahkan para nelayan melapor kepada aparat kepolisian juga belum mendapat respon penindakan atau penertiban.
“Kemarin kami melaporkan kegiatan tambang ilegal di Sungai Rumpak, Pulau Mengkubung kepada petugas Kapal Mabes Polairud yang bersandar di Pelabuhan Tanjung Gudang Belinyu Bangka.
“Mereka hanya bilang nanti di akan tindaklanjuti,”ungkap Eko.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bangka Belitung mencatat Bangka Belitung kehilangan 460.000 hektare hutan tropis dari luas daratan 1,6 juta hektare.
“Dari 2016 hingga 2020 Bangka Belitung itu kehilangan hutan tropis hingga 460.000 hektar dari luas daratan kita yang cuma 1,6 juta hektare,”ujar Direktur Eksekutif Walhi Babel, Ahmad Subhan Hafiz kepada suarapos, belum lama ini.
Padahal menurut Hafiz, keberadaan hutan di Bangka Belitung tidak hanya bermanfaat bagi manusia tapi juga beragam ekosistem mahluk hidup.
“Saat ini Kepulauan Bangka Belitung telah banyak kehilangan kebudayaan tapi juga kerusakan lingkungan hingga hilangnya flora dan satwa endemik Bangka Belitung,”tegasnya.
Hal ini diperparah dengan penetrasi pertambangan timah yang menjalar hingga pesisir laut.
“Jika kita lihat dalam kurun dua tahun saja dari 2016 -2018, Bangka Belitung kehilangan ekosistem terumbu karang 64.000 hektare dan hari ini cuma menyisakan 12.000 hektar ekositem terumbu karang,”jelas Hafiz.
“Artinya, jika tidak diproteksi saat ini kerusakan lingkungan hidup akan terjadi semakin luas. Kalau kita melihat kontek hari ini Bangka Belitung tidak lagi dibebani oleh izin – izin karena daya dukung lingkungan sudah tidak mencukupi,”jelasnya.
Kapolda Babel Irjen Pol Hendro Pandowo hingga berita ini di publis masih dalam upaya konfirmasi. (wah)