BELUM reda rasa terkejut rakyat Bangka Belitung atas terungkapnya sejumlah kasus yang mendera “Negeri Serumpun Sebalai” seperti kasus timah Rp300 triliun, penyelundupan timah.
Belum lagi alih fungsi lahan, timah ilegal, penyelewengan BBM bersubsidi dan sederet kasus lainnya yang datang bertubi-tubi menyita perhatian publik, kini muncul kasus baru.
Bagai disambar petir di siang bolong, kejutan itu datang dari kasus Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank Sumsel Babel senilai Rp21 miliar yang kini sedang diusut Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung.
Sejumlah petinggi bank plat merah daerah dan Jamkrida Babel sebagai lembaga penjamin simpanan terus diperiksa penyidik Pidsus Kejati Babel.
Sejumlah fakta mulai terungkap. Sejumlah pihak mulai “bernyanyi”. Tapi ada juga yang mulai ancang-ancang “cuci tangan”.
PT HKL yang diduga kuat punya keterkaitan atas bobolnya Bank Sumsel Babel juga harus diperiksa penyidik. Meski perannya belum secara gamblang diungkap ke publik, tapi kuat dugaan perusahaan tersebut ikut merancang dan menikmati dana KUR tersebut.
Sekitar 430 debitur rakyat kecil itu banyak yang tidak mengerti dan mengetahui pengajuan KUR ke Bank Sumsel Babel. Data dan identitas mereka diduga dimanfaatkan pihak lain untuk kepentingan memuluskan kredit bodong tersebut. Mereka kini terjerat KUR fiktif.
KUR adalah program pembiayaan/kredit bersubsidi pemerintah dengan bunga rendah, yang 100% dananya milik Bank/Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) Penyalur KUR dan disalurkan dalam bentuk dana keperluan modal kerja serta investasi.
Pembiayaan atau kredit tersebut disalurkan kepada pelaku UMKM individu/persorangan, badan usaha dan/atau kelompok usaha yang memiliki usaha produktif dan layak namun belum memiliki agunan tambahan atau layak namun belum bankable .
Subsidi yang diberikan oleh pemerintah berupa subsidi bunga dan ada pola penjaminan sehingga agunan pokok KUR berupa usaha atau obyek yang dibiayai. Jelas KUR bukan untuk usaha skala besar, baik secara modal maupun dilihat dari besaran hasil penjualan.
KUR sejatinya bertujuan antara lain untuk meningkatkan dan memperluas akses pembiayaan kepada usaha produktif, meningkatkan kapasitas daya saing usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM); dan mendorong pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.
Makanya plafond KUR untuk usaha jenis super mikro maksimal Rp10 juta dan kecil maksimal Rp500 juta. Sekali lagi KUR untuk rakyat kecil, untuk pelaku usaha cilik.
Meski plafond terbilang kecil namun KUR punya keunggulan antara lain suku bunga murah hanya 6% efektif per tahun.
Bebas biaya provisi, administrasi dan asuransi kredit. Proses kredit lebih sederhana dan cepat. Dapat digunakan untuk menambah modal kerja dan investasi usaha.
Berbagai kemudahan inilah yang membuat oknum pengusaha skala besar tertentu tergiur untuk memanfaatkan KUR, namun haram karena terbentur aturan.
Tapi, rupanya mereka tak kehilangan akal. Mereka bersiasat dengan cara patgilupat atau bersekongkol dengan sejumlah oknum Bank SumselBabel untuk memuluskan akal bulus. Simbiosis mutualisme pun terbentuk. Banyak jalan menuju Roma.
Rakyat dikorbankan. KUR diajukan atas nama pelaku UMKM sebanyak sekitar 430 debitur. Uangnya cair, tapi diduga tidak seutuhnya dinikmati debitur, namun justru dinikmati pihak lain.
Tugas penyidiklah yang harus mengusut tuntas dan membuktikannya siapa saja yang terlibat dan menyeretnya ke pengadilaan untuk mempertanggungjawabkan kezoliman ini. Rakyat mengawasi. Huh…terlalu! (*)